Beranda | Artikel
Kaidah Dalam Fiqh Jual Beli (Bagian 09) – Akad Muawadhat, Dibangun di Atas Prinsip Pelit
Jumat, 1 Januari 2016

Akad Muawadhat, Dibangun di Atas Prinsip Pelit

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kita kembali lanjutkan pembahasan kaidah seputar jual beli.  Kita bahas kaidah kesembilan.

Kaidah kesembilan, terkait prinsip dalam akad muawadhat dan tabarru’.

Kaidah menyatakan,

عقود المعاوضات مبناها على المشاحة؛ وحقوق التبرعات مبناها على المسامحة

Akad muawwadhat dibangun di atas prinsip al-masyahah. Sementara akad tabarru’ dibangun di atas prinsip toleran.

Al-Masyahah dari kata as-Syuh [الشح] yang artinya pelit.

Keterangan:

Dalam fiqih muamalah maliyah (muamalah terkait harta), di sana ada 4 pembagian akad, dilihat dari objeknya,

[1] Akad Muawwadhat

Itulah transaksi yang tujuan utamanya mendapatkan iwadh (keuntungan berupa uang atau barang atau jasa), yang dilakukan secara dua arah. Seperti: jual beli, sewa-menyewa, dst.

[2] Akad Tabarru’ (sosial)

Itulah akad yang tujuan utamanya untuk sosial, menolong, berbuat baik kepada sesama, sehingga dilakukan searah. Misalnya: hibah, sedekah, pinjaman, termasuk memberi pinjaman uang (utang).

[3] Akad Musyarakat

Transaksi yang tujuannya mendapat keuntungan, dengan menggabungkan peran banyak pihak, untuk bersama-sama mendapatkan keuntungan. Seperti: mudharabah, musyarakah, dst.

[4] Akad Tautsiqat

Akad yang tujuan utamanya untuk menjamin keamanan suatu transaksi. Sehingga dia tidak menjadi tujuan utama, namun sebatas penjamin transaksi lainnya. Seperti akad dhiman (jaminan), kafalah, gadai, dst.

Dan jika kita kerucutkan, dari keempat akad, bisa kita kelompokkan jadi dua

Pertama, akad yang motifnya komersial. Itulah akad muawwadhat.

Kedua, akad yang motifnya sosial, itulah akad tabarru’.

Untuk akad yang kedua, yaitu akad muawwadhat, prinsip penting yang perlu dikedepankan adalah saling ridha. Sebagaimana yang Allah tegaskan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. an-Nisa: 29).

Dalam tafsirnya, Ibnul Arabi mengatakan,

هذه الآية من قواعد المعاملات وأساس المعاوضات

Ayat ini merupakan kaidah baku dalam muamalah dan prisip dalam akad muawadhat.

Dari Abu Said al-Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

Jual beli harus dilakukan saling ridha. (HR. Ibn Majah 2269, Ibn Hibban 4967 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Rukun ridha:

Para ulama menyebutkan, untuk bisa disebut ridha, di sana harus terpeuhi 2 rukun:

[1] Ilmu (mengetahui dan menyadari), artinya pelaku akad memahami bentuk akad dan menyadari konsekuensi akad. Tidak ada pihak yang dibodohi dalam transaksinya.

[2] al-ikhtiyar (tidak ada paksaan), artinya, tidak ada unsur paksaan dalam semua trasaksinya.

Sebagaimana dinyatakan dalam kaidah,

الإكراه يسقط الرضا

Unsur paksaan, menggugurkan ridha. (Mudzakarah Qawaid fi al-Buyu’, Dr. Sulaiman ar-Ruhaili, hlm 117).

Akad muawadhat dibangun di atas prisip pelit, artinya untuk bisa dianggap akad muawwadhat yang sah, maka masing-masing harus memastikan bahwa pasangannya telah ridha, tidak ada paksaan dalam melakukan transaksi.

Termasuk juga, masing-masing pelaku akad harus memahami objek akad dan konsekuensinya. Karena itu, dalam akad muawwadhat, semua harus terukur. Sehingga tidak boleh ada transaksi yang mengandung gharar (ketidak jelasan).

Perlindungan Terhadap Konsumen

Bisa jadi dalam sebuah transaksi, salah satu pihak merasa dibodohi atau menyesal dengan tawaran yang diajukan. Termasuk merasa rugi karena ada cacat pada barang.

Karena itu, baik penjual maupun pembeli, diberi kesempatan untuk berfikir, antara melanjutkan dan membatalkan transaksi. Dalam fiqh jual beli, kesempatan ini disebut hak khiyar. Hak untuk memilih antara melanjutkan atau membatalkan transaksi.

Keterangan lebih lengkap hak khiyar, telah dijelaskan dalam artikel:  Kaidah Dalam Fiqh Jual Beli (Bagian 06) – Keadilan Hak dan Kewajiban

Akad Tabarru’ Lebih Longgar

Berbeda dengan akad tabarru’. Syariat memberikan kelonggaran. Bahkan boleh ada unsur gharar.

Karena akad ini sifatnya sosial, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

Sebagai contoh,

Si A memiliki mobil yang hilang. Sudah sebulan dia mencari, tapi belum ketemu.

  • Si A tidak boleh menjual mobil itu ke orang lain, selama belum ditemukan
  • Si A boleh memberikan mobil itu ke orang lain, sekalipun belum ditemukan. Misalnya, si A mengatakan kepada si B, “Saya berikan mobil saya yang hilang ke anda. Silahkan anda cari, jika ketemu silahkan anda miliki.”

Dalam kondisi ini, si B boleh menerima. Sekalipun ada unsur gharar dan semua serba tidak terukur. Karena sifatnya pemberian (tabarru’).

Contoh lain,

Jual beli dengan cara melempar pada banyak objek yang berbeda. Jual beli ini terlarang, karena sangat tidak jelas dan tidak terukur. Di masa silam disebut jual beli munabadzah.

Berbeda jika bentuknya akad sosial. Misalnya ada orang yang menyediakan banyak hadiah untuk para siswa. Ada yang sangat mahal, sampai ada yang hanya berupa kerupuk. Untuk bisa mendapatkan hadiah itu, masing-masing siswa memilih balon yang disediakan. Di dalam balon ada kertas tertulis jenis hadiah yang akan dia dapatkan. Semacam ini dibolehkan, sekalipun ada unsur gharar. Dan tidak jelas dalam transaksi tabarru’, dibolehkan.

Contoh ketiga,

Garansi barang atau asuransi resiko.

Jika garansi atau asuransi itu berbayar, maka transaksinya terlarang. Karena premi yang dibayarkan digantikan dengan jaminan resiko. Sementara resiko sifatnya tidak jelas. Bisa terjadi, dan bisa tidak terjadi. Karena takdir tidak bisa diprediksi. Sehingga transaksinya gharar.

Ini berbeda jika garansi atau asuransi itu gratis. Sebagai layanan bagi konsumen. Ini dibolehkan, karena gharar dalam transaksi tabarru’ diperbolehkan.

 Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina PengusahaMuslim.com)

PengusahaMuslim.com

SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/5016-kaidah-dalam-fiqh-jual-beli-bagian-09-akad-muawadhat-dibangun-di-atas-prinsip-pelit.html